HALO SEMARANG – Pada bulan Juni sampai Agustus atau saat memasuki musim kemarau di beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Wonosobo muncul fenomena embun beku atau dikenal masyarakat lokal dengan embun upas berimbas pada tanaman kentang. Secara meteorologi, fenomena tersebut dikenal frost, terutama terjadi di dataran tinggi Dieng, yang masuk di perbatasan wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut ini berbeda dengan salju yang terbentuk sebagai partikel presipatasi di atmosfer. Embun beku merupakan fenomena munculnya butiran es di permukaan. Alih-alih embun beku, masyarakat lebih mengenal fenomena tersebut sebagai embun upas.
Kepala Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Sutikno menjelaskan, secara klimatologis, embun upas bisa terjadi karena disebabkan tekanan udara pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) lebih tinggi di Benua Australia (tekanan tinggi) dibandingkan Benua Asia (tekanan rendah). Angin yang berhembus dari Australia menuju Asia melewati Indonesia umumnya menandai dimulainya periode musim kemarau seiring dengan aktifnya monsun Australia.
“Pada musim kemarau, tutupan awan sangat minimum, sehingga tidak heran jika pada siang hari, matahari akan terasa sangat terik diiringi dengan peningkatan suhu udara. Hal tersebut karena tidak ada objek di langit yang menghalau sinar matahari, sehingga penyinaran matahari yang notabene merupakan gelombang pendek menjadi maksimum pada siang hari. Dan sama halnya dengan siang hari, radiasi yang dipancarkan balik oleh permukaan bumi pada malam hari juga optimum karena langit bebas dari tutupan awan,” paparnya, saat dihubungi Halosemarang, Senin (24/7/2023).
Dilanjutkan dia, pancaran radiasi gelombang panjang dari bumi ini diiringi dengan penurunan suhu yang signifikan pada malam hari, dan mencapai puncaknya pada saat sebelum matahari terbit (waktu dimana suhu minimum umumnya tercapai). Dan perlu diingat bahwa berbeda dengan dataran rendah, kelembapan udara cukup tinggi di wilayah pegunungan dan dataran tinggi.
“Kelembapan udara yang tinggi merupakan indikasi bahwa udara di wilayah tersebut memiliki kadar air yang tinggi. Serta penurunan suhu yang terjadi secara kontinyu sejak malam hingga dini hari menyebabkan embun yang semula terbentuk dan menyelimuti rumput, dedaunan, atau tanaman kemudian membeku,” urainya.
Menurut dia, fenomena ini bukanlah kejadian luar biasa dan umumnya terjadi di musim kemarau pada bulan Juni sampai September.
“Terkadang, fenomena ini juga terjadi pada bulan Mei, namun mulai intens dan sering diamati mulai bulan Juni dan puncaknya di bulan Agustus,” imbuhnya.
Dengan adanya fenomena ini, pihaknya sekaligus bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, terutama yang memiliki hobi naik gunung dan ingin berwisata untuk menyaksikan embun upas secara langsung.
“Namun, diimbau kepada para wisatawan yang ingin berkunjung selama periode Juni-September untuk mengenakan pakaian yang disesuaikan dengan kondisi setempat, seperti jaket tebal seperti mantel, sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama berwisata karena pada waktu-waktu tertentu suhu udara di kawasan Dieng dapat berada di bawah 0 (nol) derajat celcius,” pungkasnya. (HS-06)