HALO SEMARANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang mencatat kasus demam berdarah dengue (DBD) merangkak naik selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Bahkan, kasus yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegipty itu jumlahnya naik tiga kali lipat pada tahun 2022.
Kepala Dinkes Kota Semarang, Moh Abdul Hakam menyebutkan, pada tahun 2022 terdapat 857 kasus demam berdarah dengue. Dari jumlah itu, ada sekitar 30 kasus meninggal dunia.
Kasus kematian tertinggi berada di Kecamatan Semarang Barat sebanyak lima kasus, Ngaliyan lima kasus, Tugu lima kasus, dan Gunungpati empat kasus.
“Tipenya tiga tahunan memang naik. Tahun 2020, 2021, 2022. Dan tahun 2022 naiknya hampir tiga kali lipat dibandingkan 2021 lalu,” terang Hakam, Rabu (11/1/2023).
Hakam menjelaskan, kasus tertinggi demam berdarah dengue terdapat di Kecamatan Banyumanik sebanyak 712 kasus, Semarang Barat ada 615 kasus, dan Tembalang ada 624 kasus. Sedangkan, kasus DBD dan DSS (demam shock syndrom) tertinggi berada di Kecamatan Tembalang sebanyak 121 kasus, Banyumanik ada 98 kasus, dan Ngaliyan sebanyak 90 kasus.
“Orang demam, ada trombosit turun namanya demam dengue. Disertai mimisan dan bercak merah namanya DBD. Sedangkan DSS, lebih parah dari DBD. Ada cairan yang sudah masuk ke paru-paru,” ungkapnya.
Hakam mengatakan, masih terus mencari cara untuk menekan komunitas nyamuk di Kota Semarang baik yang menimbulkan virus dengue, cikungunya, maupun jenis lainnya.
Pihaknya menekankan penanganan beberapa hal, yakni lingkungan, PHBS, pengelolaan sampah, dan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
Selain itu, setiap orang perlu meningkatkan imunitasnya. Terlebih, orang dengan penyakit komorbid harus dikendalikan. Kemudian, pihaknya juga berupaya agar jangan sampai nyamuk bermutasi. Komunitas nyamuk harus diturunkan. Rencananya, Kota Semarang akan menerapkan inovasi baru menggunakan virus wolbachia untuk menekan perkembangan komunitas nyamuk dengue.(HS)