in

Dinkes Blora Targetkan Tak Ada Lagi Kasus Baru Stunting pada 2024

Kepala Dinas Kesehatan Blora, Edi Widayat SPd MKes MH. (Foto : Instagram dinkes_kabblora)

 

HALO BLORA – Dinas Kesehatan Kabupaten Blora bersama pihak terkait, terus berupaya menurunkan angka stunting, agar pada 2024 mendatang, di wilayah itu tak ada lagi kasus baru stunting.

Tahun ini kasus stunting di Blora tinggal 9,23 persen, lebih rendah dibanding 2021 yang mencapai 13 persen.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Blora, Edi Widayat SPd MKes MH, Rabu (23/2/2022), terkait penanganan stunting di Blora.

“Setiap tahun angka dan persentase stunting di Blora terus turun. Semoga berkat kerja keras lintas sektoral, di Blora sudah tidak ada lagi kasus baru stunting pada 2024,” kata dia, seperti dirilis blorakab.go.id.

Seperti diketahui, stunting adalah masalah gizi kronis, akibat kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga mengakibatkan pertumbuhan pada anak terganggu.

Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.

Lebih lanjut disampaikan, penderita stunting di Blora tersebar di 41 desa dan empat kelurahan, di antaranya di Kecamatan Blora, Cepu, Kunduran, Kedungtuban, Ngawen, Sambong, Banjarejo, Doplang dan Kecamatan Randublatung.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Blora, dokter Diah Pusparini MH, menjelaskan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi stunting.

“Alhamdulillah masyarakat saat ini sudah mulai sadar pentingnya pencegahan stunting. Terbukti angka stunting menurun,” kata dia.

Walaupun sudah ada penurunan kasus, berbagai upaya tetap akan terus dilakukan. Beberapa di antaranya melalui program telur maksi, rembo setia, gerdu kia-kb, dawis penting. Selain itu juga pengolahan kelor menjadi kapsul bagi ibu menyusui hingga pemberian protein.

Menurut sejumlah penelitian, adanya senyawa fitosterol pada kelor atau Moringa oleifera, dapat merangsang dan meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Jika bayi mendapatkan asupan ASI yang cukup, maka akan mendukung tumbuh kembangnya, sehingga dapat berkontribusi dalam pencegahan stunting.

Dinas Kesehatan Blora, secara intensif juga melakukan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.

Intervensi spesifik sektor kesehatan, menurut dia berkontribusi 30 persen dalam penanganan stunting. Adapun untuk intervensi sensitif sektor non-kesehatan, menurut dia berkontribusi 70 persen.

Bentuk Intervensi spesifik sektor kesehatan, antara lain pemberian makanan tambahan (PMT), penanganan ibu hamil yang mengalami kurang energi kronis (KEK), dan perawatan balita yang kurang gizi.

Selain itu juga pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil dan remaja putri, layanan ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan, pemberian vitamin A bagi balita (6-59 bulan), pemberian imunisasi dasar lengkap, pelayanan ibu nifas, pemberian zinc pada balita yang mengalami diare, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pengganti ASI (MP ASI).

Adapun untuk intervensi sensitif sektor non-kesehatan, mulai dari penyediaan sanitasi yang layak, penyediaan air minum yang layak, konseling gizi dan bina keluarga balita, dan layanan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Pemerintah juga melaksanakan berbagai progam untuk perlindungan sosial, termasuk jaminan kesehatan nasional, jaminan kesehatan daerah, PKH, dan pembangunan kawasan rumah pangan lestari (KRPL).

“Intervensi sensitifnya ada di lintas sektoral (linsek), mulai dari lingkungan sanitasinya bagaimana, air bersih terkait juga dinas pertanian kaya pangan lestari itu seperti apa, dinas perikanan juga ada terkait gemar makan ikan,” ujarnya. (HS-08)

Kalapas Semarang Pastikan Hak-Hak Narapidana Terpenuhi dan Tak Ada Pungli

Wabup Blora Minta BPBD Tingkatkan Kesiagaan