in

Dibya Puri, Pernah Jadi Hotel Termewah di Semarang, Kini Mangkrak Tak Terurus

Hotel Inn Dibya Puri Semarang yang sebelumnya bernama Du Pavillon, merupakan hotel bersejarah dibangun pada 1847 yang kini kondisinya terbengkalai.

 

BERBICARA sejarah perkembangan Kota Semarang masa lampau, tidak hanya terhenti pada Kota Lama dan Lawang Sewu saja. Ada beberapa wilayah yang sudah berkembang di masa lalu, dengan hadirnya bangunan bersejarah yang hingga kini masih tegak berdiri.

Seperti salah satu bangunan hotel yang dibangun pada masa kolonial Belanda dan hingga kini masih berdiri, yakni Hotel Inn Dibya Puri yang terletak di Jalan Pemuda yang dulunya bernama Jalan Bojong. Belum banyak yang mengetahui, jika Hotel Inn Dibya Puri, yang dibangun pada tahun 1847 ini, dulu merupakan sebuah vila berlantai dua, yang kemudian disewakan menjadi losmen, dan dalam perkembangannya berubah menjadi hotel dengan nama Du Pavillon.

Hotel Du Pavillon merupakan salah satu hotel termewah di Kota Semarang sebelum abad ke-20. Hotel ini juga pernah direnovasi secara besar-besaran pada tahun 1913, hanya untuk menyambut tamu-tamu yang akan menghadiri perhelatan tentoonstelling pada 1914.

Tentoinstelling sendiri merupakan sebuah pameran yang dianggap terbesar di Asia Tenggara saat itu.

Dalam proses renovasi ini, bangunan mulai dilengkapi dengan jaringan listrik yang memadai dengan pemasangan lampu-lampu yang indah dengan sentuhan penataan modern. Tak hanya penataan penerangan, kamar-kamar yang ada juga direnivasi menjadi lebih modern, termasuk melengkapi kamar mandi pribadi di setiap kamar.

Dari bentuk bangunannya, Hotel Inna Dibya Puri mengadopsi gaya arsitektur eropa klasik.

Seperti nampak dari karakteristik beberapa bagian terlihat pilar-pilar besar yang berfungsi sebagai penyangga. Tentang keindahannya, pahlawan kemerdekaan RA Kartini pun pernah menuliskan cacatan soal hotel ini dalam Een Gouverneur Generalsdag.

RA Kartini yang saat itu bersama saudaranya pergi ke Semarang, menuliskan pengalamannya tentang ketakjuban waktu melihat dan menginap di hotel tersebut.

Menurutnya gapura kehormatan yang bermandikan lampu cahaya di Hotel Du Pavillon itu tampak seperti pemandangan dalam dongeng tentang kota ajaib.

Tak hanya RA Kartini, kemegahan Hotel Dibya Puri juga pernah diakui beberapa tokoh politik Indonesia.

Dengan letak hotel yang sangat stategis, berada di pusat kota Semarang, tidak heran jika dulu hotel ini sering disinggahi para pejabat untuk menginap saat ada dinas di Kota Semarang. Hotel ini biasa digunakan oleh para bangsawan Belanda, juga pernah ditinggali oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno dan keluarga, serta presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Pada masa pemerintahan Pak Harto pun diberikan mandat untuk semua PNS yang bertugas di Semarang diwajibkan menginap di hotel ini.

Namun sebelumnya, pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama sekitar tahun 1945, keindahan hotel ini pernah sirna oleh konstelasi politik nasional yang terjadi di Kota Semarang.

Terlebih lagi saat hotel ini menjadi tempat pertempuran antara para pejuang kemerdeaan Indonesia dengan para serdadu Belanda sekitar tahun 1945. Kala itu, masa revolusi fisik pemuda Semarang terlibat baku tembak dengan para penjajah dalam pertempuran lima hari di Semarang. Akibat pertempuran itu, beberapa bagian bangunan seperti dinding dan jendela mengalami kerusakan.

Pasca perang tahun 1945, hotel yang berada di Jalan Pemuda ini berganti-ganti tangan pengelola, mulai dari Pemerintah Kota Semarang, Departemen Perhubungan dan Departemen Parawisata. Kemudian tahun 1976 diambil alih sepenuhnya oleh Departemen Keuangan yang bermitra dengan PT Natour, yang mengelola hotel ini dan mengganti nama Du Pavillon menjadi Inna Dibya Puri. Setelah berganti nama, hotel masih berfungsi sebagai tempat penginapan. Namun tahun 2006an lalu hotel dan lahannya informasinya telah dilelangkan dan dibeli pihak swasta.

Saat halosemarang.id mengunjungi Hotel Dibya Puri kondisi bangunan hotel saat ini terlihat sudah tak terurus dan terbengkalai. Nampak, beberapa bagian bangunan hotel sudah mulai roboh. Pada bagian atap dan kayunya pun telah keropos serta dinding hotel berlumut. Hotel ini juga tak lagi difungsikan dan mangkrak. Halamannya yang luas malah digunakan untuk parkir kendaraan warga yang berkunjung di sekitar lokasi hotel.

“Sekarang kondisi hotel ini di dalamnya sudah hancur. Kalau ada yang masuk, takutnya tertimpa runtuhan, kadang ada genteng yang jatuh ke bawah sendiri,” ujar Mingan (64) orang yang menjaga hotel saat ditemui, Senin (15/7/2019).

Mingan menambahkan, sampai sekarang, bangunan hotel ini belum ada perbaikan kembali. Sehingga kini kondisinya mengalami kerusakan makin parah, dan kosong sejak Mei 2008 lalu.

“Sebelum tahun 2008 hotel ini masih operasional. Lalu hotel tutup, karena mungkin banyak saingan hotel baru, sehingga tamu hotel di sini makin sepi,” katanya.

Dikatakan, saat hotel masih beroperasi masih banyak turis yang menginap di hotel tersebut.

“Di dalam hotel, terdapat fasilitas restoran, bar yang menyediakan minuman ringan, semuanya berada di lantai satu hotel. Sedangkan untuk kamar hotel yang paling luas, berukuran 5x 10 meter, ada sekitar 4 kamar, dan kamar lainnya ukuran standar,” terangnya.

Sayangnya, hotel yang pernah menjadi saksi sejarah pertempuran Lima Hari di Semarang itu kini terbelengkalai dan mangkrak. Dengan meninggalkan 49 kamar, 2 kamar family, 6 kamar puri suite, 17 kamar moderate, 9 kamar standart, 5 kamar ekonomi AC, dan 10 kamar ekonomi non AC.

Hotel ini sebenarnya sudah menjadi cagar budaya dan perlu dikonservasi sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009.
Hotel lainnya di Indonesia yang juga masuk bangunan cagar budaya dan sampai kini masih beroperasi, yaitu Hotel Majapahit Surabaya, yang sebelumnya bernama Hotel Oranje.

Diceritakan Mingan, belum lama ini, ada rencana perbaikan hotel dari pemiliknya yang kantor pusatnya berada di Jakarta.

“Dimungkinkan ada investor yang tertarik dengan bangunan hotel tersebut. Untuk dibangun jadi apa nantinya saya tidak tahu,” ucapnya.(HS)

Tradisi Unik di SMK Negeri Jateng, Harus Habiskan Makanan Temannya

Yudi Indarto Dilantik Jadi Dirut Baru PDAM Tirta Moedal Kota Semarang