HALO SEMARANG – Puluhan buruh yang tergabung Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Provinsi Jawa Tengah kembali mengelar aksi demo di depan kantor pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Jumat (14/01/2022).
Dalam Aksi tersebut demonstran menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah melalui Provinsi Jawa Tengah, di antaranya mencabut Omnibus Law, UU Cipta Kerja yang inkonstitusional, tolak Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) Tahun 2022 yang berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Cabut SK Gubernur tentang UMK 2022pada 35 Kab/Kota di Jawa Tengah, hingga ingin merevisi UMK tahun 2022 pada 35 Kab/Kota di Jawa Tengah di atas 10% persen.
Koordinator Lapangan Lukman Nurhakim mengatakan, pihaknya ingin pemerintah mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan turunan termasuk PP 36 tahun 2021.
“Kita sebagai serikat pekerja meminta ketegasan pemerintah untuk mencabut undang-undang nomer 11 Tahun 2022,” kata Lukman, Jumat (14/1/2022).
Menurutnya, tentang pengupahan yang digunakan oleh Gubernur Jawa Tengah, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
“Kita meminta kepada Gubernur Jawa Tengah untuk merevisi Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 tahun 2021 tentang Upah Minimum pada 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa menangguhkan segala tindakan dan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, termasuk tidak boleh menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja selama proses perbaikan,” jelasnya.
Sementara, beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Tengah, dengn tegas mengatakan sesuai surat keputusan tertanggal 20 November 2021, UMP Jateng tahun 2022 resmi naik 0,78 persen atau naik Rp 13.956 menjadi Rp 1.812.935. Pada 2021, UMP Jateng ditetapkan Rp 1.798.979,12. Ganjar menyebut hal itu sudah diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) dan perundang-undangan sehingga formulanya tidak bisa diubah tiba-tiba.
“Saya itu disumpah harus melaksanakan peraturan perundang-undangan. PP itu salah satu peraturan perundang-undangan. Bunyi ketentuan di PP itu pasti(Fix) kita tidak punya ruang untuk melakukan improvisasi. Apakah menurunkan atau menaikkan karena rumusnya (fix). Kalau saya mengubah maka berarti saya melanggar peraturan dong,” kata Ganjar di kantornya.
Ganjar mengaku sudah berkomunikasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan sebelum memutuskan besaran UMP Jateng 2022. Ganjar menyebut dari hasil komunikasi itu, memang tidak boleh ada improvisasi.
“Maka kemudian ini bukan soal cerita berani atau cerita bisa mengubah atau tidak mengubah. Kenapa kemudian saya lakukan dorongan untuk membuat SUSU, skala struktur upah, karena ini peluang lebih gede. Kalah kita mendorong politik makronya agar daya beli masyarakat tinggi, itulah pertemuan sebelum UMP saya tetapkan dengan pengusaha,” jelasnya.
Menginggat munculnta peraturan tersebut sudah ditentukan oleh pemerintah pusat, dengan beberapa pertimbangan. Sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hanya mengikuti peraturan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Pusat.
Sementara untuk kebijakan SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah itupun sudah sesuai dengan hasil komunikasi antar para pengusaha. Sehingga yang dituntun oleh para buruh tidak bisa dilakukan Pemprov Jateng. Kebijakan tersebut bisa dilakukan hanya oleh pemerintah pusat.(HS)