in

Berupaya Wujudkan Visi Indonesia 2045, Pemangku Kepentingan Tak Bisa Lagi Berfikir Sektoral

 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, dalam Pembukaan Serap Aspirasi RPP NSPK dan RPP Teknis secara virtual, dari Ops Room Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta. (Foto: Kominfo.go.id)

 

HALO SEMARANG – Para pemangku kepentingan di Indonesia, saat ini tidak bisa berfikir sektoral dan egosentris.
“Negara memanggil kita, membutuhkan langkah nyata dari seluruh pemangku kepentingan untuk bahu-membahu berkontribusi secara nyata, bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, dalam Pembukaan Serap Aspirasi RPP NSPK dan RPP Teknis secara virtual, dari Ops Room Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (02/12), seperti dirilis Kemenkominfo.go.id.
Menurut dia, saat ini Indonesia sedang menghadapi beragam tantangan, untuk mewujudkan Visi Indonesia 2045.
Menurutnya, salah satu visi tersebut Indonesia berkehendak untuk menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia dengan menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2040.
“Namun pada kondisi saat ini (pandemi Covid-19), Indonesia menghadapi tantangan-tantangan besar, baik yang bersumber dari eksternal maupun internal,” ujarnya
Menteri Kominfo mengatakan, tantangan eksternal dipicu dari kondisi perekonomian global yang kini tengah mengalami pelemahan dan ketidakpastian.
“Pandemi dan dinamika geopolitik di berbagai belahan dunia, serta hadirnya berbagai teknologi baru pada era Revolusi Industri keempat, yang merubah lanskap ekonomi global merupakan sumber ketidakpastian yang membatasi pergerakan perekonomian global” jelasnya.
Menurut Menteri Johnny, akibat dari pertumbuhan ekonomi global yang melambat telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Meskipun, menurutnya kontraksi ekonomi Indonesia tidak sedalam rata-rata kontraksi ekonomi dunia.
“Dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat, mendorong peningkatan konsumsi pemerintah, belanja pemerintah dianggap sebagai stimulus atau dijadikan stimulus penting untuk merangsang perekonomian kita, serta meningkatkan kinerja investasi,” ujarnya.
Guna menjawab tantangan internal agar perekonomian Indonesia maju dan berdaya saing, Menteri Kominfo menyarakan Pemerintah berupaya mencari jalan keluar atas persoalan daya saing yang relatif rendah, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi yang kurang merata atau disparitas.
“Pemerintah mengadopsi indeks kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) untuk mengetahui respon pelaku usaha terhadap perizinan, peraturan perundang-undangan, pelayanan pemerintah, akses terhadap keuangan, dan kepastian hukum,” tandasnya.
Menurut Menteri Johnny, permasalahan yang masih menjadi penyebab belum optimalnya peringkat kemudahan berusaha di Indonesia salah satunya disebabkan karena rumitnya perizinan dalam memulai berusaha.
“Oleh karena itu dibutuhkan terobosan kebijakan dan regulasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, sehingga dapat mewujudkan transformasi dalam waktu singkat,” ujarnya.
Indonesia saat ini kata Menteri Kominfo tidak dapat lagi berpikir sektoral dan egosentris,
“Negara memanggil kita, membutuhkan langkah nyata dari seluruh pemangku kepentingan untuk bahu-membahu berkontribusi secara nyata bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kominfo mengajak pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan usulan atas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Norma Standar Prosedur Kriteria Perizinan Berusaha (RPP NSPK) untuk Bidang Komunikasi dan Informatika, dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Teknis). (HS-08)

Soal Konsep Penataan PKL, Ini Kata Hendi-Ita dalam Debat Publik Pilwakot Semarang

Satu Pasangan Calon Di Pilkada Kendal, Ikut Debat Dalam Kondisi Sakit