in

Antisipasi Gempa, Seluruh Bangunan di Selatan Jawa Perlu Dievaluasi

Prof. Iswandi Imran, guru besar Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. (Foto : BNPB.go.id)

 

HALO SEMARANG – Seluruh bangunan di wilayah Selatan Jawa, harus dinilai dan dievaluasi, untuk mengantisipasi gempa yang mungkin terjadi.

Hal itu disampaikan Prof Iswandi Imran, guru besar Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, dalam Rapat Koordinasi TIPB yang membahas Gempa M 6.1 di Kabupaten Malang dan sekitarnya.

Lanjut dia, Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait penilaian bangunan tahan gempa, saat ini juga sedang disusun, dan diharapkan sudah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan terkait, pada akhir tahun 2021.

Perlu pula disusun peta kerentanan bangunan, khususnya bangunan hunian, di wilayah Selatan Jawa.

Peta tersebut harus bisa terinformasikan kepada masyarakat, sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam mengantisipasi dan mengurangi dampak dari gempa yang mungkin terjadi.

Perancangan bangunan yang sesuai dengan SNI Gempa dan SNI Detailing, juga perlu dilakukan secara konsisten.

Seperti diketahui, gempa di Provinsi Jawa Timur, awal April 2021 lalu menimbulkan kerugian cukup besar, baik korban jiwa maupun kerusakan bangunan. Salah satu daerah dengan kerusakan bangunan terparah, berada di Kabupaten Malang.

Lebih lanjut Prof Iswandi Imran  mengatakan kebanyakan kerusakan terjadi pada bangunan pendek atau rumah tinggal. Adapun bentuk kerusakan pertama, adalah atap rumah yang roboh.

Kebanyakan atap yang roboh terbuat dari rangka baja ringan. Seperti diketahui, elemen rangka baja ringan terbuat dari komponen sangat tipis.

“Ketebalannya bisa hanya mencapai 0,4 mm. Padahal standar minimum ketebalan atap yang diizinkan adalah 0,7 mm,” kata dia, seperti dirilis seperti dirilis BNPB.go.id.

Jika di bagian atap tidak ada pengkaku pada bangunan, maka ketika ada goncangan, akan terjadi gerakan yang tidak sinkron, antara dinding yang saling berhadapan.

Karena itu rangka atap baja ringan tidak akan mampu mengakomodasi gaya atau tekanan yang ada. Selanjutnya rangka baja ringan akan menekuk dan roboh.

“Rangka jenis ini baiknya dikombinasikan dengan bahan yang kaku di bawahnya, seperti balok-balok, sebagai pengikat. Sehingga ketika ada getaran akan terjadi gerakan yang sinkron,” kata Iswandi.

Benturan

Kerusakan lain yang kerap terjadi akibat gempa, adalah kerusakan akibat benturan. Hal ini karena tidak adanya jarak atau ruang antarbangunan.

“Ruang itu dibutuhkan untuk mengakomodasi guncangan apabila terjadi gempa. Kalau tidak ada ruang atau jarak, maka sudah pasti bangunan akan berbenturan,” ungkap Iswandi.

Ada tidaknya ruang antarbangunan, harus menjadi perhatian. Apabila tidak ada, maka akan menimbulkan masalah lebih lanjut ketika terjadi gempa susulan dengan kekuatan lebih besar.

Kerusakan bangunan lainnya yang banyak dijumpai, adalah dinding yang roboh. Salah satu pemicunya adalah sistem struktur dinding yang tidak dilengkapi dengan elemen pengikat.

“Elemen pengikat ini punya syarat, misalnya untuk area dinding 3×3 harus sudah diikat oleh elemen-elemen pengikat,”

Sayangnya bangunan yang banyak ditemukan rusak berat akibat gempa masih memiliki sistem struktur dinding tanpa elemen pengikat. Sistem seperti ini sangat rentan terhadap guncangan.

“Dinding tidak akan pernah kuat, apabila tidak memiliki elemen pengikatnya. Hal ini perlu diinformasikan lebih lanjut kepada masyarakat,” ungkap Iswandi.

Sementara itu Abdul Muhari selaku Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, dalam pembukaan Rakor TIPB hari ke-2, mengakui ketahanan bangunan memang masih menjadi masalah.

“Ketahanan bangunan memang masih menjadi PR besar bagi Tanah Air. Tetapi di setiap bencana, akan selalu ada hal unik yang dapat dijadikan pelajaran,” kata dia.

Abdul juga mengatakan, BNPB membutuhkan infromasi dari stakeholder terkait kebencanaan, untuk diintegrasikan dan dijadikan suatu kebijakan juga aksi nyata penanggulangan bencana.

Seperti halnya gempa di Sulawesi Barat Januari 2021 lalu, Gempa sebesar M 6.1 ini juga menimbulkan kerusakan pada bangunan. (HS-08)

Dalam Sepekan, Merapi Luncurkan Awan Panas Hingga Sejauh 2.000 Meter

Tanah Longsor Akibatkan Satu Warga Sukabumi Meninggal Dunia