
HALO SEMARANG – Kasus Demam Berdarah (DB) di Kota Semarang semakin meningkat pada musim hujan tahun ini. Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, Mada Gautama menuturkan, sejak Januari 2019 hingga hari ini jumlah kasus DB di Kota Semarang mencapai sekitar 140 kasus. Dari jumlah tersebut lima pasien di antaranya meninggal dunia. Adapun kasus DBD paling banyak berada di Kecamatan Tembalang, yaitu ada 34 kasus.
“Curah hujan semakin tinggi. Kami tidak bisa menyalahkan pihak manapun. Namun kami selalu menyampaikan untuk menjaga kebersihan lingkungan dari genangan air,” tutur Mada, dalam dialog yang dieselenggarakan DPRD Kota Semarang belum lama ini.
Ketika musim hujan, lanjut Mada, jentik nyamuk tidak hanya bersarang di dalam rumah saja, seperti bak mandi maupun dispenser. Bisa saja jentik-jentik nyamuk berada di pot bunga, ban bekas, talang air, dan tempat genangan air lain di luar rumah.
Berbagai upaya telah dilakukan Dinkes Kota Semarang seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan penerapan hard early warning system. Melalui sistem ini, jika mendapati laporan kasus DB, dinkes dapat langsung menindaklanjuti kasus tersebut dengan melakukan penelitian epidemologis dalam kurun waktu 24 jam.
“Begitu pasien masuk rumah sakit, kami survei lapangan untuk mengetahui kasus demam berdarah di wilayah tersebut,” imbuhnya.
Selain dari Dinkes, Mada membeberkan, PKK Kota Semarang juga memiliki program Sijentik, yang mana melibatkan anak-anak supaya melakukan pemantauan jentik secara rutin. Pemkot juga meminta kepada sekolah untuk mengenakan seragam panjang. Upaya ini juga untuk mencegah gigitan nyamuk.
“Pemkot sudah mengajukan seragam sekolah pakai baju panjang. Tapi bisa saja tergigit karena nyamuk bisa mengigit di sore hari,” terangnya.
Adapun terkait upaya fogging, dia menjelaskan, bukan merupakan solusi utama mencegah demam berdarah. Solusi utama adalah PSN. Fogging dilakukan jika dalam suatu wilayah beradius 100 meter, terdapat tiga hingga empat atau lebih warga yang terkena DB.
“Bukan kami nunggu orang sakit dulu baru fogging, tidak. Tapi, belum tentu seseorang terkena DB, wilayahnya itu perlu fogging. Misalnya seseorang baru pergi dari suatu daerah. Kemudian dia sakit DB di rumah, padahal dia tergigit nyamuk bukan di rumah tapi di daerah lain,” paparnya.
Lebih lanjut, Mada menuturkan, pemkot terus giat melakukan pemberdayaan masyarakat yakni kerja sama Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait dengan masyarakat.
Menurutnya, ujung tombak pencegahan DB adalah masyarakat. Sehingga, diperlukan dengan kerja sama masyarakat melalui camat, lurah, PKK, dan lainnya.
“Kami sangat tidak mungkin jika hanya melakukan upaya tanpa dibarengi usaha dari masyarakat,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Wiwin Subiono mengatakan, pencegahan kasus DB paling utama memang dimulai dari masyarakat sendiri. Dia menandaskan, pihaknya akan mendukung anggaran kesehatan selama anggaran tersebut digunakan untuk pelayanan masyarakat. Dinkes dapat mengajukan dana untuk kegiatan operasional pencegahan DB. Misalnya ketika bekerja sama dengan anggota PKK untuk melakukan pemeriksaan jentik dari rumah ke rumah. Hal ini mengingat mereka merupakan ujung tombak terbawah yang membantu pemkot dalam pencegahan DB.
“Jangan sampai mereka sudah berkeringat tenaga dan pikiran, tapi untuk operasional sendiri tidak bisa apalagi kalau mereka sampai nombok. Dari dewan urusan kesehatan itu nomor satu,” katanya.(HS)