in

Perbup Tunjangan Belum Juga Disahkan, Paguyuban BPD Minta DPRD Kendal Ikut Mengawal

Paguyuban BPD Kendal dengan Ketua DPRD Kabupaten Kendal, Muhammad Makmun, di ruang pertemuan Ketua DPRD Kendal, Rabu (3/2/2022)

HALO KENDAL – Paguyuban Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Kendal melakukan audiensi dengan Ketua DPRD Kabupaten Kendal, Muhammad Makmun di Ruang Pertemuan, Rabu (2/2/2022).

Dari rilis yang diterima halosemarang.id, Kamis (3/2/2022), audiensi ini dilakukan, setelah dua kali dilakukan pembahasan, rancangan Peraturan Bupati Kendal tentang Tunjangan BPD, yang hingga kini belum juga ada informasi kapan akan disahkan.

Acara yang berlangsung selama dua jam tersebut, dihadiri Ketua DPRD Kendal Muhammad Makmun dan pengurus paguyuban BPD Kendal.

Pertemuan diawali penyampaian informasi umum penyelenggaraan pemerintahan desa terkait BPD oleh Ketua Paguyuban BPD Kendal, Sugiyarto.

Disampaikan, berdasarkan Undang-Undang Desa dan Peraturan Perundang-undangan turunannya, BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan desa.

“Dimana kedudukan hukum anggota BPD sejajar dengan Kepala Desa, yang penetapannya menggunakan Surat Keputusan Bupati,” kata Sugiyarto.

Dijelaskan bahwa ada tiga fungsi BPD, yakni membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, kemudian menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, serta melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

“Selain tiga fungsi, ada tiga belas tugas dari BPD, yang merupakan amanah peraturan perundang-undangan,” jelas Sugiyarto.

Dua dari tiga belas tugas BPD tersebut di antaranya, menyelenggarakan Musyawarah Desa (Musdes) dan menyelenggarakan Musyawarah BPD.

“Musyawarah BPD adalah forum untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa (Perdes). Semua rancangan Peraturan Desa harus dibahas dalam Musyawarah BPD. Termasuk rancangan Peraturan Desa tentang APBDes,” papar Sugiyarto.

Sebangun dengan tata pemerintahan di daerah, dirinya menyebut, musyawarah BPD dalam tata pemerintahan desa kedudukannya seperti Rapat Paripurna DPRD. Dimana pengesahan persetujuan antara Bupati dan DPRD dilakukan.

“Yang terjadi kemarin, tidak pernah ada Musyawarah BPD, tiba-tiba kepala desa dikumpulkan di pendopo kabupaten untuk mengesahkan penetapan Perdes APBDes,” ungkap Sugiyarto.

Dirinya juga menegaskan, tidak ada peraturan perundang-undangan manapun yang mengamanahkan penetapan Perdes APBDes di pendopo kabupaten.

Masih seputar fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Sekretaris Paguyuban BPD, Suardi menuturkan, bahwa BPD dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tentu harus ada dukungan pendanaan.

‘’Baik kedudukan keuangan anggota BPD dan operasional kesekretariatan BPD,” ujarnya.

Suardi menyampaikan, bahwa kedudukan keuangan anggota BPD berupa tunjangan, serta operasional kesekretariatan BPD saat ini belum diatur dalam Peraturan Bupati.

“Besaran tunjangan BPD saat ini dimasukkan di dalam Perbup indek harga kegiatan dan pengadaan barang/jasa di desa. Kami meminta supaya diatur tersendiri dalam Peraturan Bupati (Perbup),” harapnya.

Ditambahkan, paguyuban BPD sendiri telah mengusulkan ke Bupati supaya tunjangan dan operasional BPD disatukan dengan Perbup Penghasilan Tetap (Siltap) tunjangan kepala desa dan perangkat desa, namun hingga kini belum ada realisasinya.

Suardi juga meluruskan informasi yang beredar di kalangan Pemdes bahwa BPD akan meminta bagian tanah bengkok.

“Ini perlu kami luruskan, bahwa BPD ingin meminta tanah bengkok itu tidak benar. Yang benar adalah BPD meminta supaya Peraturan Menteri dan Peraturan Bupati dijalankan,” tandas Suardi.

Sementara perihal tunjangan dan operasional BPD, Ketua Bidang Gukum dan Advokasi Paguyuban BPD, Syarifudin menyampaikan, tahun kemarin sudah dua kali diundang dalam pembahasan rancangan Peraturan Bupati mengenai tunjangan BPD yang diadakan asisten pemerintahan.

Harapannya Desember kemarin sudah ditetapkan, tetapi sampai saat ini belum ada informasi lebih lanjut. Syarifudin berharap DPRD Kendal bisa ikut mengawal implementasi pelaksanaan Perda mengenai BPD yang telah dibuatnya.

“Permintaan kami tidak melebihi aturan, cukup BPD didudukkan secara adil dan setara, sesuai fungsi dan tugasnya sebagaimana ketentuan peraturan,” tegas Syarifudin.

Selain mengenai fungsi dan tugas BPD, pertemuan juga membicarakan persoalan implementasi Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Aset Desa dan Perbup Kendal Nomor 46 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Menanggapi pemaparan informasi dari paguyuban BPD, Ketua DPRD Kendal, M. Makmun menyampaikan, bahwa DPRD Kendal telah membuat Peraturan Daerah mengenai BPD, yaitu Perda Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2018 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Makmun berharap ke depan tata kelola desa semakin baik, dan untuk menuju ke sana, paling tidak fungsi dan tugas BPD perlu berjalan sesuai ketentuan aturan.

“Perda mengenai BPD yang telah kami buat tersebut harus menjadi dasar,” terang Makmun.

Makmun meminta supaya tahapan perencanaan (penyusunan RKPDes) dan penganggaran (penyusunan APBDes) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan secara runtut dan taat waktu.

“Seperti di daerah, kapan DPRD membahas dan menyetujui Rancangan Perda APBD, kapan Bupati menetapkan Perda APBD harus runtut dan taat waktu. Di desa pun saya yakin sama, ada tahapan BPD menyelenggarakan musyawarah BPD untuk menyepakati Rancangan Perdes APBDes,” tuturnya.

Terkait pelaksanaan Perda mengenai BPD, Makmun menyampaikan bahwa beberapa ketentuan harus ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksana.

“Perda BPD memberi amanah kepada Bupati untuk mengatur dan menetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Termasuk didalamnya mengenai tunjangan BPD,” terangnya.

Perihal masalah pengelolaan aset desa, khususnya tanah kas desa (tanah bengkok, tanah bondo deso) Makmun menyampaikan, anggapan atau sistem pengelolaan tanah  bengkok melekat pada jabatan Kades dan Perangkat Desa itu merupakan kebiasaan sejak jaman penjajahan.

Sehingga menciptakan zona nyaman bagi aparatur pemerintah desa. Ketika lahir UU Desa dengan norma yang baru bahwa hasil pengelolaan bengkok masuk PADes, maka perlu waktu untuk merubah kebiasan tersebut.

“Karena itu paguyuban BPD jangan pernah berhenti untuk terus menggaungkan norma baru tersebut,” ujar Makmun.

Kapan norma baru itu dipatuhi pelaksanaannya, itu butuh pendekatan secara bertahap.

“Perlu kesadaran dan komitmen semua pemangku kepentingan. Perjuangan BPD akan jadi saksi sejarah,” imbuhnya.

Mengakhiri acara, menegaskan materi pembicaraan, Makmun mengatakan, sekarang sudah masuk era serba digital, pengelolaan aset material harus sejalan dengan perkembangan dunia digital.

Dalam pengelolaan keuangan, dua puluh tahun yang dilakukan lewat pembukuan manual, sekarang sudah memakai aplikasi digital.

Baik di Pemda dan Pemdes sudah harus dikelola secara digital, lewat SIPD dan SISKEUDES. Bahkan legalisasi dokumen administrasi juga sudah digital.

“Saya mengikuti perkembangan tata kelola Desa yang serba digital, seperti aplikasi SISKEUDES dalam pengelolaan keuangan Desa. Selanjutnya pengelolaan Aset Desa juga harus dikelola secara digital,” kata Makmun.

Sebagaimana perkembangan terbaru, Dirjen Bina Pemdes Kemendagri tahun 2021 telah mengeluarkan aplikasi SIPADES Versi 2.0 sebagai alat bantu pengelolaan aset Desa.

Di mana pengelolaan aset Desa harus ditatausahakan secara digital. Pentatausahaan meliputi rencana pengadaan, status penggunaan hingga status pemanfaatan.

“Dokumen-dokumen pengelolaan, seperti surat perjanjian sewa tanah kas Desa tidak bisa lagi dimanipulasi, baik nilai uangnya atau legalitas dokumennya,” pungkasnya. (HS-06).

Bupati Lantik Direksi Baru PT BPR BKK Wonosobo

3 Pemain Muda PSIS Dipanggil Timnas U-23